Dalam konteks masyarakat Sentani tumbuhan sagu sangat di
jaga dan dilestarikan oleh orang-orang tua pada zaman nenek moyang kita. Namun
ketika memasuki tahun 1990-an masyarakat sudah tidak melestarikan tumbuhan sagu
seperti yang dilakukan oleh nenek moyang dahulu. Hal ini menunjukkan bahwa
tumbuhan sagu sudah tidak dihargai lagi oleh generasi sekarang. Hal ini diakibatkan
karena pengaruh era globalisasi mengakibatkan ada yang menjual lahan sagu untuk
kepentingan manusia tersebut. Realitas ini sangat terlihat di Waena Kampung dan
Kampung Doyo, yang dulunya merupakan hutan sagu, sekarang sudah di bangun
bangunan-bangunan untuk tempat tinggal. Sagu adalah tumbuhan yang khas bagi
orang Sentani. Oleh sebab itu, tumbuhan tersebu harus terus di lestarikan.
Tidak dapat di sangkali bahwa bagi orang Sentani sagu
merupakan makanan yang khas karena sagu dapat dikatakan sebagai penopang hidup.
Baik sebagai sumber makanan dan penghasilan uang serta penghasil bahan makanan
dan penghasil uang serta penghasil bahan untuk digunakan bagi tempat penginapan
(rumah). Jika pohon sagu yang sudah cukup umur ditebang maka kulit (korteks) atau
daunnya bersamaan dengan pelepahnya digunakan untuk menangkap ikan kemudian
ujung dari isi pohon sagu ditutup untuk menghasilkan ulat sagu sebagai lauk
untuk dimakan dan memiliki nilai gizi yang tinggi tetapi juga ampas ela yang
sudah diolah dan diambil isinya dapat menghasilkan jamu dan dapat dimakan pula
sebagai lauk. Oleh sebab itu, sagu memiliki posisi yang sentarl bagi kehidupan
orang Sentani. Fungsi sagu bagi masyarakat Sentani seperti yang telah
disebutkan sebagai penopang hidup. Berarti sagu merupakan tumbuhan yang
nilainya tinggi khusus bagi orang Sentani dan masyarakat peramu sagu.
Sagu/pohon sagu memberikan jaminan untuk kehidupan setiap
hari, menjadi alat/sarana pendukung bagi anak-anak sekolah. Pemanfaatan pohon
sagu ketika mulai ditanam sampai ditebang untuk mengambil isinya: umur 1-3
tahun pelepahnya digunakan sebagai tali-tali; umur 4-5 tahun pelepahnya
digunakan untuk dinding rumah dan umur 6-20 tahun dapat difungsikan juga untuk
pembuatan lem, kue-kue dan etanol. Ini merupakan usia sagu dalam fungsi atau
manfaatnya secara tradisional. Pohon sagu memiliki multi fungsi dan memberikan
keuntungan bagi dunia dan masyarakat peramu sagu. Tak dapat diragukan akan
keuntungan dari pohon sagu. Oleh sebab itu, pohon sagu harus dibudidayakan
karena pohon sagu memiliki nilai yang tinggi. Bagi orang Sentani/masyarakat
peramu sagu, serta pada umumnya untuk dunia pohon sagu harus dibudidayakan
karena memiliki multi fungsi. Ada dua point penting dari kelebihan dan
keuntungan menanam dan melestarikan sagu/pohon sagu:
1.
Pohon
sagu (daun) sebagai penghasil oksigen terbesar dibandingkan dengan tumbuhan
lainnya. Hal ini menjadi point utama karena begitu banyaknya gas karbondioksida
sehinnga menyebabkan lapisan ozon semakin menipis dan suhu di bumi semakin
memanas, manusia seakan hidup di rumah kaca.
2.
Memiliki
nilai ekonomi yang tinggi. Sesuai hasil penelitian bahwa sagu mampu menghidupi
dunia. Hasil riset/penelitian keunggulan fungsinya bahwa jika pohon ditanam
seluas 200 Ha maka ia mampu menghidupi se-Asia (Hari Wijaya, 2010). Oleh sebab
itu, seperti yang diungkapkan oleh Pendeta Harold Maran, dimana dia mengutip
sebuah slogan seminar nasional pemanfaatan dan pendayagunaan sagu Indonesia
untuk mengatasi krisis pangan dan energy nasional, sedangkan Fredy Numbery mengatakanwhere
sago grows, nobody ever hungry artinya dimana sagu tumbuh disitu tak seorang
pun yang pernah kelaparan. Sesuai hasil-hasil penelitian telah membuktikan
kegunaan dari sagu yang bernilai ekonomis. Sagu memberikan sumbangan yang
sangat banyak dalam mengatasi krisis pangan dan membantu mengatasi global
warning (pemanasan global).
salah satu nilai jual yang telah ditemukan dalam penelitian
dan sudah digunakan oleh Negara-negara maju yaitu, pati sagu yang diolah
menjadi bahan industry pangan, korteks/batang sagu diolah menjadi industry
kertas; ampas sagu diolah menjadi campuran pakan ternak, campuran briket arang,
campuran papan partikel, media jamur, dari pohon sagu dapat membuat tripleks,
tekstil, bahan kimia, asam organic, fruktosa, etanol sebagai bahan pokok
energy. Melalui riset penelitian yang telah dibuktikan, maka banyak para
pengusaha yang sudah mulai menanam tumbuhan sagu berhektar-hektar untuk
bersaing dalam ekonomi dan bisnis. Salah satu contoh pengusaha Sampoerna Gudang
Garam, telah menanam tumbuhan sagu seluas 200 Ha. Dan pengakuan dari pengusaha
ini bahwa ia akan beralih dari pengusaha sampoerna Gudam Garam menjadi
pengusaha sagu/Raja sagu (http//:compass.com, 18 Agustus 2010). Bagi masyarakat
peramu sagu, sagu harus dilestarikan karena memiliki multi fungsi baik secara
tradisional maupun sesuai dengan perkembangan IPTEK.
Namun, apabila pohon sagu tidak dibudidayakan maka dampak
keuntungan dari pohon sagu akan berubah menjadi kerugian bagi masyarakat peramu
sagu tetapi memiliki dampak bagi dunia. Salah satu masalah global yang dialami
oleh dunia adalah terjadinya keresahan dan kegersangan bagi manusia. Khususnya
bagi orang peramu sagu yakni orang Sentani akan kehilangan nilai budaya dan
akan mengalami kekurangan makanan. Keresahan dan kegersangan yang dialami oleh
dunia karena ulah dari manusia sendiri. Oleh sebab itu, pemanfaatan pohon sagu
adalah salah satu solusi untuk menjawab pergumulan yang digumuli oleh dunia.
Secara praktis nilai ekonomis semakin naik menyebabkan kebutuhan manusia semakin
meningkat. Dan sebagai penyumbang oksigen agar dapat mengurangi dampak global
warning. Inilah faktor-faktor pohon sagu yang tidak dihargai.
Manfaat sagu dan pohon sagu secara tradisional bagi masyarakat Asli Sentani dan masyarakat peramu sagu; tali sebagai pengikat pengganti paku, pelepah/gaba sebagai dinding rumah pengganti kayu dan tripleks, daun sebagai atap rumah pengganti seng dan juga sebagai noken, kulit pohon sagu sebagai lantai pengganti kayu atau papan, ampas ela sebagai penghasil jamur, jamur dimakan lebih banyak oleh ibu yang baru bersalin sebagi obat, akar pohon sagu juga sebagai obat.
Manfaat sagu dan pohon sagu secara tradisional bagi masyarakat Asli Sentani dan masyarakat peramu sagu; tali sebagai pengikat pengganti paku, pelepah/gaba sebagai dinding rumah pengganti kayu dan tripleks, daun sebagai atap rumah pengganti seng dan juga sebagai noken, kulit pohon sagu sebagai lantai pengganti kayu atau papan, ampas ela sebagai penghasil jamur, jamur dimakan lebih banyak oleh ibu yang baru bersalin sebagi obat, akar pohon sagu juga sebagai obat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar